Tuesday, January 27, 2015

Mengejar Cinta Sampai Bogor

“Riz.. Riz.. Rizkaaaaa.........” Panggil salah satu temanku yang berambut keriting
Aku hanya diam. Memperhatikan seseorang.
“Heh ! Apa kau menderita gangguan telinga? Daritadi aku panggil kau tak mendengar sama sekali./ Heh Rizka ! Ujarnya sebal.
“Eh.. (tersadar dari lamunan) kau tadi memanggilku? Maaf yaa..”
“Lagi ngeliatin apa sih? “ Tanyanya sambil melihat ke sekelilingku.
Dengan sigap aku langsung menarik tangannya, megajak pergi. Gawat jika dia mengetahui aku sedang memperhatikan seseorang.
Aku memang sering memperhatikan seseorang. Dia adalah kakak kelasku. Aku duduk di Kelas XI SMA sedangkan dia duduk di kelas XII SMA. Dia itu termasuk kakak idola di sekolahku. Berbadan tinggi, berkulit putih, Ketua Rohis yang dikenal sholeh, Juara umum berturut-turut, Juara Olimpiade Fisika, ditambah dengan kacamata putih yang terpakai dimatanya, semakin melayakkan dia menjadi Idola di Sekolah kami.
Bagi orang awam mungkin aku bisa dikategorikan orang tidak tahu diri karena menyukai dia. Aku berbadan gempal, pendek dan berkulit hitam. Aku juga bukan siswa yang bergelimang prestasi. Aku menyukai dia saat pertama masuk SMA. Dia adalah orang yang memberi sambutan untuk kami para siswa baru. Dia adalah Ketua OSIS SMA kami. Dia adalah Kusuma Diningrat. Kakak Pujaanku, Objek perhatianku.
Fatimah masih saja kepo tentang siapa yang aku lihat.
“Ayo dong Riz.. Tadi kamu ngeliatin siapa? Rizkaaaaaaaaaaaaaaaa...............” Seru Fatimah sambil terus menarik tanganku.
“Ih apa sih.. Aku gak ngeliatin siapa-siapa. Tadi aku udah bilang kan, aku lagi ngelamun makanya aku gak denger. Ga percayaan banget sih. Kamu kan....”
“Brukk”. Aku menaabrak seseorang didepanku. Ini semua karena aku jalan mundur selama aku memberi penjelasa kepada Fatimah.
“Ma.. ma.. maaff” aku segera merapihkan buku-buku yang jatuh berantakan.
Dan ........................ ternyata orang yang kutabrak adalah Ka Kusuma, idolaku.
“Iya gapapa. Lain kali hati-hati ya...” Sahut Ka Kusuma sambil tersenyum. Ia mengambil buku yang ada ditanganku kemudian berlalu pergi.
Aku terpaku diam. Rasanya saat ini aku ingin terbang ke angkasa. Teriak sekencang-kencangnya.... Gila, hari ini aku si gadis bertubuh gempal diberi senyuman manis oleh Kakak Idolanya. Aaaaaaaaaaa.......
Aku benar-benar diam. Terpaku. Membereskan fikiranku yang sudah tak karuan.
“Ohhhh... Jadi itu orangnya. Cieeeeeeeeeeeeeee...... Rizka suka sama Ka..... Ciee.. Cie.. Ciee... Rizka suka sama Ka....”
“ssstttt.. diam! Kalau dia sampai tahu bisa gawat...”
“Ciee... Mukanya merah ciee... Kaaaaaaa....”
“Fatimaaaahhhhhhhhhh..............” Aku berlari mengajar Fatimah yang semakin senang meledekku.
Saking asyiknya, kami baru sadar jika kami sudah sampai dijalan pulang. Kami berpisah. Fatimah naik Angkot jurusan Cikampek dan aku naik Angkot jurusan Karawang.
“Dahhh Kaa.....” Seru Fatimah masih saja meledekku
“Fatimahhhh..” Balasku sambil memelototinya”
Aku naik ke Angkot. Daaannnnnn...................
“Eh, ketemu lagi” Sapa Ka Kusuma kepadaku
“Hehe.. iya ka” jawabku singkat
“Rizka ya?”
“hah? Oh? Eh? Iya ka..” Jawabku gugup
“Ya Allah, dia tahu namaku.... Sorakku dalam hati
“Btw, kamu kelas apa dek?”
“Kelas IPA 2 ka, Kakak kelas IPA  4 ya?”
“Iya. Wih bentar lagi berarti kamu mau jadi Kakak tertua di Sekolah dong. Jadi anak kelas 3, yang dikenal dengan sebutan senior. Haha” Guraunya
Ah, aku hampir tak sadarkan diri ketika aku melihat tawanya. Manisnyaaaaaa......
“Kakak juga bentar lagi mau mengahadapi dunia baru. Dunia perkuliahan. Aku yakin kakak pasti bisa jjadi Mahasiswa terbaik Se Indonesia. “ Balasku menimpali
“Aamiin.. Makasih dek. Eh, kiri.. kiri bang.. duluan ya dek” (Tersenyum simpul)
Ah, sebenarnya aku masih ingi ngobrol banyak dengan dia. Tapi apa mau dikata, waktu harus mentudahinya.
Karena kejadian tabrakan itu, tak disangka aku semakindekat dengan Ka Kusuma. Tepatnya aku mendekatinya. Hehe. Saling sapa, saling senyum, saling ngobrol, dan saling berbagi canda tawa. Kami biasanya membuat janji untuk bertemu di sebuah tempat. Misalnya, Perpustakaan, Mushola atau Taman sekolah. Sebetulnya aku yang lebih sering mengajaknya bertemu, aku akan beralasan minta ajarkan soal Fisika, Nanya PR atau alasan-alasan lainnya. Memalukan memang, tapi tak apa namanya juga usaha. Sayang kebersamaan kami itu tak bisa berlangsung lama. Aku hanya bisa dekat denganya dalam kurun waktu 3 bulan saja.
UN. Iya UN. Itu adalah pertanda aku tidak bisa melihat Ka Kusuma lagi. Aku sedih bukan main. Aku benar-benar tak bisa membayangkan jika aku tak melihat Ka Kusuma. Jujur, aku rajin belajar pun karena dia. Hmm.. ya semacam usaha agar dia tertarik kepadaku. Karena perasaan yang tak terbendung itu, aku menulis sebuah surat. Ada 99 surat yang aku tuli lalu aku buang. Surat-surat itu ada yang berisi tentang perasaanku, nanya tentang fisika, ungakapan betapa aku menyukainya, namun surat yang aku kirimkan ke Ka Kusuma hanya berisi
“Congratulations for your graduate. Mau lanjut kuliah kemana?” aku mengirimkan surat itu saat perpisahan kelas XII. Jujur hatiku teramat sakit saat memberikannya.
Esoknya Ka Kusuma membalas suratku...
“Thank’s de J IPB Jurusan Statistika. Nyusul ya!”
“Darrr..” hatiku teramattttttttttt senang. Balasan surat itu, kupajang didinding kamarku. Bak mantra ajaib, balasan surat dari Ka Kusuma mampu mengubahku 180o . aku mulai rajin berolahraga agar tubuhku kurus, lebih memperhatikan kecantikan, dan tentunya belajar keras. Hanya satu tujuanku “Masuk IPB. Ketemu lagi Ka Kusuma”. Masa-masa kelas XII terlewati, usaha kerasku yang meminimalkan waktu tidur dan memaksimalkan waktu belajar tak sia-sia. Aku diterima di IPB jurusan Ilmu Komputer. Beda jurusan memang, tapi yang penting masih 1 universitas.
“Cieee... selamat ya Rizz.. Akhirnya tujuanmu mengejar cinta sampai Bogor tercapai. Tau ga sih Riz, aku itu hampir setengah gila ngeliat kamu yang hanya belajaaaarrrrrrr ajaaaa.. Bener-bener gila tau..” Ujar Fatimah sambil tertawa.
Fatimah memelukku erat. Dia memang sahabat terbaikku.
Aku pergi ke Bogor dengan menggunakan kereta. Keluargaku hanya mengantarku sampai stasiun Cikampek. So, aku terpaksa pergi ke Bogor sendiri. Karena aku belum tahu Bogor, aku putuskan untuk meminta Ka Kusuma menjemputku di Stasiun Bogor. Dan dia mau. Senang, Benar benar senang. Sepanjang perjalanan aku hanya memikirkan Ka Kusuma.
Kereta sampai ditujuan. Aku melihat ke sekeliling mencari Ka Kusuma. Aku melihatnya, tapi ia tak sendiri.
“Rizkaaaa” Panggil Ka Kusuma sambil melambaikan tangannya kepadaku
Aku menghampirinya dengan wajah murung.
“Sepertinya perjalanmu sangat melelahkan ya Riz? Sampai-sampai.. wajahmu kusut seperti itu...” Ia tertawa lebar
“Ga ko, biasa aja” Jawabku ketus
“Uuuu.. marah ya? Oh iya kenalin Ini Kharunnisa. Panggil aja Nisa. Soalnya dia itu sebenarnya seumuran sama kau, cuman karena dia manusia yang terlalu rajin jadi dia lulus SMA duluan. Dia juga sekarang sedang menempuh pendidikan di Pesantren. Mau jadi .... Guru Pesantren” Ka Kusuma memperkenalkan gadis disebelahnya itu dengan sangat bahagia. Nampaknya, mereka sudah sangat dekat.
“Siapa sih cewe ini? Ko ka Kusuma kenal banget sama dia? Sok ngajak bercanda bareng lagi” Kataku dalam hati.
“Hallo Nisa, Aku Rizka. Salam kenal” Meski tak suka aku tetap menyapanya.
Gadis di depanku itu gadis yang teramat cantik. Berkerudung panjang, berkulit putih, mungil dan senyumannya manis sekali. Aku? Aku memang sudah menjadi lebih cantik tapi jika dibandingkan dengan dia.... ah sudahlah tak perlu dibahas.
Ka Kusuma mengajakku pergi. Bukan, sebenarnya dia hanya menyuruhku jalan sedangkan dia lebih asyik ngobrol dan bercandan dengan Nisa. Saling cubit, saling menggelitiki, mereka terlihat sangat mesra. Aku sebal melihatnya.
Aku putus asa. Harapan, bayangan dan impian tentang Ka Kusuma musnah sudah. Kegalauanku itu membuat sebuah kegilaan. Aku mengatakannya........
“Ka...” Panggilku
Ka Kusuma dan Nisa berhenti melangkah.
“Apa selama ini kakak ga pernah sadar jika aku menyukai kakak? 3 tahun sudah aku memendam perasaan ini ka. Semua perhatianku itu semua karena aku suka kakak. Aku usaha keras untuk memperbaiki diri, itu semua buat kakak. Belajar keras. Masuk IPB, semuanya tuh gara-gara aku suka sama kakak. Aku selalu berusaha menarik perhatian kakak, dari dulu ka dari SMA.. tapi apa? Bahkan kakak pun sama sekali ga menyadari itu. Hikss.. hikss.. Maaf, kalau aku mengganggu kakak dengan pengakuanku ini. Aku tahu kakan gak akan pernah membalas perasaanku ini. Kakak kan sekarang udah gak sendiri. Niss.. maafin aku ya. Aku udah mengatakan hal seperti ini kepada pacarmu. Maafff...” Aku menagis, tak peduli apa respon mereka berdua. Tak pedulia semua orang di stasun yang melihatku aneh. Masa bodoh. Yang aku tahu saat ini, hatiku hancur. Sakit, sakit teramat sakit.
“Heh Rizka.. Apa kamu tak pernah belajar agama?” Seru Ka Kusuma dari kejauhan
Aku terhenti. Degg. Apa Ka Kusuma benar-benar marah. Dasar bodoh, seruku terhadap diri sendiri.
“Bukankah di dalam pelajaran Agama diajarkan bahwa saudara kandung tidak boleh menjalin hubungan cinta. Haram Riz hukumnya, masa gitu aja ga tau sih. Nisa itu adik kakak, mana bisa kakak pacaran sama dia” Ka Kusuma mengatakannya setengah berteriak.
Para pengunjung memperhatikan kami dengan tatapan aneh, kepo, dan lain sebagainya..
Aku sangat malu, hingga aku tak bisa bergerak.
Ka Kusuma dan Nisa menghampiriku
“Ma.. Ma.. maaf” aku tertunduk dalam.
Ka Kusuma tertawa lebar.
Aku menangis. Malu bercampur sedih dan lega. Tawa Ka Kusuma terhenti karena melihatku menangis
“Hey Rizka, lain kali jangan sok tahu. Siapa bilang kakak  gak akan bisa bales perasaan kamu. Kakak bisa ko. Bahkan dari dulu Kakak sudah membalas perasaan kamu” Jelas Ka Kusuma
“Apa?” Aku pura-pura tak mengerti
“Yaampun mahasiswa IPB masa ga ngerti. Iya kakak juga suka sama kamu. Kakak mulai tertarik sama kamu sejak ngeliat muka bersalah kamu saat nabrak kakak. Terus, kamu adalah alasan kenapa kakak bisa kuliah. Kamu inget kan, dulu kamu pernah bilang jika kakak jadi mahasiswa kakak bakal jadi mahasiswa terbaik. Kata-kata itu yang memotivasi kakak untuk kuliah, padahal saat itu kakak benar-benar putus asa. Orang tua kakak ga punya biaya untuk menguliahkan kakak, tapi karena kata-kata ajaib kamu itu akhirnya kakak terussss berjuang hingga kakak dapet beasiswa dan bisa kuliah seperti sekarang ini. Hmm.. selain itu kamu itu satu-satunya cewe yang ga caper saat melihat kakak. Kamu tampil apa adanya. Mau berantakan, kucel, semuanya itu apa adanya. Kamu ga pernah menawarkan kebaikan palsu semuanya asli dirimu. Apa adanya” Ungkap Ka Kusuma
“Iya Riz, bahkan tiap malam Ka Kusuma menelponku hanya untuk bercerita tentang kamu. Katanya dia itu rindu setengah abad.. haha” Nisa menambahi
Ya Allah rasanya ingin sekali aku menghambur memeluknya. Aku semakin berlinang air mata. Terharu bahagia.
“Lho, ko malah nangis?” Tanya Ka Kusuma
“Apa? Orang aku nangis bahagia ko..” Jelasku
“Tapi maaf ya Riz, kakak ga bisa jadi pacar kamu. Kakak mencintaimu karena itu kakak akan slalu menjaga mu hingga sampai waktunya nanti kamu halal bagi kakak. Sebelum itu terjadi, lebih baik kita tidak sering bertemu karena itu hanya akan menimbulkan nafsu belaka. Serahkanlah cinta kita ini pada Sang Maha Pemberi Cinta. Lebih baik kita mencintai dalam doa. Biar Allah yang menjaga cinta kita ini. Kita hanya perlu saling mendoakan. Kakak akan slalu berdoa agar kamu menjadi jodoh terbaik kakak, dan kamu pun demikian kita saling memantaskan diri masing-masing agar menjadi pantas untuk dicintai. Hingga waktunya nanti, kakak tidak hanya akan mengucapkan ucapan-ucapan gombal kepadamu tapi kakak akan mengucap janji untuk hidup bersamamu. Insyaallah dek, semoga Allah meridhai.”
“Ayo ! sebagai mahasiswa baru kamu harus siap-siap buat menghadapi ospek dari kakak senior” Ka Kusuma mengakhiri pembicaraan

Kami bertiga meneruskan perjalanan. Bagiku, ini benar-benar hidup yang baru. Akhirnya usahaku untuk mengejar cinta sampai Bogor tak sia-sia..... J