“Riz.. Riz.. Rizkaaaaa.........”
Panggil salah satu temanku yang berambut keriting
Aku hanya diam. Memperhatikan
seseorang.
“Heh ! Apa kau menderita gangguan
telinga? Daritadi aku panggil kau tak mendengar sama sekali./ Heh Rizka !
Ujarnya sebal.
“Eh.. (tersadar dari lamunan) kau
tadi memanggilku? Maaf yaa..”
“Lagi ngeliatin apa sih? “
Tanyanya sambil melihat ke sekelilingku.
Dengan sigap aku langsung menarik
tangannya, megajak pergi. Gawat jika dia mengetahui aku sedang memperhatikan
seseorang.
Aku memang sering memperhatikan
seseorang. Dia adalah kakak kelasku. Aku duduk di Kelas XI SMA sedangkan dia
duduk di kelas XII SMA. Dia itu termasuk kakak idola di sekolahku. Berbadan
tinggi, berkulit putih, Ketua Rohis yang dikenal sholeh, Juara umum
berturut-turut, Juara Olimpiade Fisika, ditambah dengan kacamata putih yang
terpakai dimatanya, semakin melayakkan dia menjadi Idola di Sekolah kami.
Bagi orang awam mungkin aku bisa
dikategorikan orang tidak tahu diri karena menyukai dia. Aku berbadan gempal,
pendek dan berkulit hitam. Aku juga bukan siswa yang bergelimang prestasi. Aku menyukai
dia saat pertama masuk SMA. Dia adalah orang yang memberi sambutan untuk kami
para siswa baru. Dia adalah Ketua OSIS SMA kami. Dia adalah Kusuma Diningrat.
Kakak Pujaanku, Objek perhatianku.
Fatimah masih saja kepo tentang
siapa yang aku lihat.
“Ayo dong Riz.. Tadi kamu
ngeliatin siapa? Rizkaaaaaaaaaaaaaaaa...............” Seru Fatimah sambil terus
menarik tanganku.
“Ih apa sih.. Aku gak ngeliatin
siapa-siapa. Tadi aku udah bilang kan, aku lagi ngelamun makanya aku gak
denger. Ga percayaan banget sih. Kamu kan....”
“Brukk”. Aku menaabrak seseorang
didepanku. Ini semua karena aku jalan mundur selama aku memberi penjelasa
kepada Fatimah.
“Ma.. ma.. maaff” aku segera
merapihkan buku-buku yang jatuh berantakan.
Dan ........................ ternyata orang
yang kutabrak adalah Ka Kusuma, idolaku.
“Iya gapapa. Lain kali hati-hati
ya...” Sahut Ka Kusuma sambil tersenyum. Ia mengambil buku yang ada ditanganku
kemudian berlalu pergi.
Aku terpaku diam. Rasanya saat
ini aku ingin terbang ke angkasa. Teriak sekencang-kencangnya.... Gila, hari
ini aku si gadis bertubuh gempal diberi senyuman manis oleh Kakak Idolanya. Aaaaaaaaaaa.......
Aku benar-benar diam. Terpaku. Membereskan
fikiranku yang sudah tak karuan.
“Ohhhh... Jadi itu orangnya.
Cieeeeeeeeeeeeeee...... Rizka suka sama Ka..... Ciee.. Cie.. Ciee... Rizka suka
sama Ka....”
“ssstttt..
diam! Kalau dia sampai tahu bisa gawat...”
“Ciee... Mukanya merah ciee... Kaaaaaaa....”
“Fatimaaaahhhhhhhhhh..............”
Aku berlari mengajar Fatimah yang semakin senang meledekku.
Saking asyiknya, kami baru sadar
jika kami sudah sampai dijalan pulang. Kami berpisah. Fatimah naik Angkot
jurusan Cikampek dan aku naik Angkot jurusan Karawang.
“Dahhh Kaa.....” Seru Fatimah
masih saja meledekku
“Fatimahhhh..” Balasku sambil
memelototinya”
Aku naik ke Angkot. Daaannnnnn...................
“Eh, ketemu lagi” Sapa Ka Kusuma
kepadaku
“Hehe.. iya ka” jawabku singkat
“Rizka ya?”
“hah? Oh? Eh? Iya ka..” Jawabku
gugup
“Ya Allah, dia tahu namaku....
Sorakku dalam hati
“Btw, kamu kelas apa dek?”
“Kelas IPA 2
ka, Kakak kelas IPA 4 ya?”
“Iya. Wih bentar lagi berarti
kamu mau jadi Kakak tertua di Sekolah dong. Jadi anak kelas 3, yang dikenal
dengan sebutan senior. Haha” Guraunya
Ah, aku hampir tak sadarkan diri
ketika aku melihat tawanya. Manisnyaaaaaa......
“Kakak juga bentar lagi mau
mengahadapi dunia baru. Dunia perkuliahan. Aku yakin kakak pasti bisa jjadi
Mahasiswa terbaik Se Indonesia. “ Balasku menimpali
“Aamiin.. Makasih dek. Eh, kiri..
kiri bang.. duluan ya dek” (Tersenyum simpul)
Ah, sebenarnya aku masih ingi
ngobrol banyak dengan dia. Tapi apa mau dikata, waktu harus mentudahinya.
Karena kejadian tabrakan itu, tak
disangka aku semakindekat dengan Ka Kusuma. Tepatnya aku mendekatinya. Hehe. Saling
sapa, saling senyum, saling ngobrol, dan saling berbagi canda tawa. Kami
biasanya membuat janji untuk bertemu di sebuah tempat. Misalnya, Perpustakaan,
Mushola atau Taman sekolah. Sebetulnya aku yang lebih sering mengajaknya
bertemu, aku akan beralasan minta ajarkan soal Fisika, Nanya PR atau
alasan-alasan lainnya. Memalukan memang, tapi tak apa namanya juga usaha.
Sayang kebersamaan kami itu tak bisa berlangsung lama. Aku hanya bisa dekat
denganya dalam kurun waktu 3 bulan saja.
UN. Iya UN. Itu adalah pertanda
aku tidak bisa melihat Ka Kusuma lagi. Aku sedih bukan main. Aku benar-benar
tak bisa membayangkan jika aku tak melihat Ka Kusuma. Jujur, aku rajin belajar pun
karena dia. Hmm.. ya semacam usaha agar dia tertarik kepadaku. Karena perasaan
yang tak terbendung itu, aku menulis sebuah surat. Ada 99 surat yang aku tuli
lalu aku buang. Surat-surat itu ada yang berisi tentang perasaanku, nanya
tentang fisika, ungakapan betapa aku menyukainya, namun surat yang aku kirimkan
ke Ka Kusuma hanya berisi
“Congratulations for your
graduate. Mau lanjut kuliah kemana?” aku mengirimkan surat itu saat perpisahan
kelas XII. Jujur hatiku teramat sakit saat memberikannya.
Esoknya Ka Kusuma membalas
suratku...
“Thank’s de J IPB Jurusan Statistika. Nyusul ya!”
“Darrr..” hatiku
teramattttttttttt senang. Balasan surat itu, kupajang didinding kamarku. Bak mantra
ajaib, balasan surat dari Ka Kusuma mampu mengubahku 180o . aku
mulai rajin berolahraga agar tubuhku kurus, lebih memperhatikan kecantikan, dan
tentunya belajar keras. Hanya satu tujuanku “Masuk IPB. Ketemu lagi Ka Kusuma”.
Masa-masa kelas XII terlewati, usaha kerasku yang meminimalkan waktu tidur dan
memaksimalkan waktu belajar tak sia-sia. Aku diterima di IPB jurusan Ilmu
Komputer. Beda jurusan memang, tapi yang penting masih 1 universitas.
“Cieee... selamat ya Rizz..
Akhirnya tujuanmu mengejar cinta sampai Bogor tercapai. Tau ga sih Riz, aku itu
hampir setengah gila ngeliat kamu yang hanya belajaaaarrrrrrr ajaaaa..
Bener-bener gila tau..” Ujar Fatimah sambil tertawa.
Fatimah memelukku erat. Dia memang
sahabat terbaikku.
Aku pergi ke Bogor dengan
menggunakan kereta. Keluargaku hanya mengantarku sampai stasiun Cikampek. So,
aku terpaksa pergi ke Bogor sendiri. Karena aku belum tahu Bogor, aku putuskan
untuk meminta Ka Kusuma menjemputku di Stasiun Bogor. Dan dia mau. Senang,
Benar benar senang. Sepanjang perjalanan aku hanya memikirkan Ka Kusuma.
Kereta sampai ditujuan. Aku melihat
ke sekeliling mencari Ka Kusuma. Aku melihatnya, tapi ia tak sendiri.
“Rizkaaaa” Panggil Ka Kusuma
sambil melambaikan tangannya kepadaku
Aku menghampirinya dengan wajah
murung.
“Sepertinya perjalanmu sangat
melelahkan ya Riz? Sampai-sampai.. wajahmu kusut seperti itu...” Ia tertawa
lebar
“Ga ko, biasa aja” Jawabku ketus
“Uuuu.. marah ya? Oh iya kenalin
Ini Kharunnisa. Panggil aja Nisa. Soalnya dia itu sebenarnya seumuran sama kau,
cuman karena dia manusia yang terlalu rajin jadi dia lulus SMA duluan. Dia juga
sekarang sedang menempuh pendidikan di Pesantren. Mau jadi .... Guru Pesantren”
Ka Kusuma memperkenalkan gadis disebelahnya itu dengan sangat bahagia. Nampaknya,
mereka sudah sangat dekat.
“Siapa sih cewe ini? Ko ka Kusuma
kenal banget sama dia? Sok ngajak bercanda bareng lagi” Kataku dalam hati.
“Hallo Nisa, Aku Rizka. Salam
kenal” Meski tak suka aku tetap menyapanya.
Gadis di depanku itu gadis yang
teramat cantik. Berkerudung panjang, berkulit putih, mungil dan senyumannya
manis sekali. Aku? Aku memang sudah menjadi lebih cantik tapi jika dibandingkan
dengan dia.... ah sudahlah tak perlu dibahas.
Ka Kusuma mengajakku pergi. Bukan,
sebenarnya dia hanya menyuruhku jalan sedangkan dia lebih asyik ngobrol dan
bercandan dengan Nisa. Saling cubit, saling menggelitiki, mereka terlihat
sangat mesra. Aku sebal melihatnya.
Aku putus asa. Harapan, bayangan
dan impian tentang Ka Kusuma musnah sudah. Kegalauanku itu membuat sebuah
kegilaan. Aku mengatakannya........
“Ka...” Panggilku
Ka Kusuma dan Nisa berhenti
melangkah.
“Apa selama ini kakak ga pernah
sadar jika aku menyukai kakak? 3 tahun sudah aku memendam perasaan ini ka. Semua
perhatianku itu semua karena aku suka kakak. Aku usaha keras untuk memperbaiki
diri, itu semua buat kakak. Belajar keras. Masuk IPB, semuanya tuh gara-gara
aku suka sama kakak. Aku selalu berusaha menarik perhatian kakak, dari dulu ka
dari SMA.. tapi apa? Bahkan kakak pun sama sekali ga menyadari itu. Hikss..
hikss.. Maaf, kalau aku mengganggu kakak dengan pengakuanku ini. Aku tahu kakan
gak akan pernah membalas perasaanku ini. Kakak kan sekarang udah gak sendiri.
Niss.. maafin aku ya. Aku udah mengatakan hal seperti ini kepada pacarmu. Maafff...”
Aku menagis, tak peduli apa respon mereka berdua. Tak pedulia semua orang di
stasun yang melihatku aneh. Masa bodoh. Yang aku tahu saat ini, hatiku hancur. Sakit,
sakit teramat sakit.
“Heh Rizka.. Apa kamu tak pernah
belajar agama?” Seru Ka Kusuma dari kejauhan
Aku terhenti. Degg. Apa Ka Kusuma
benar-benar marah. Dasar bodoh, seruku terhadap diri sendiri.
“Bukankah di dalam pelajaran
Agama diajarkan bahwa saudara kandung tidak boleh menjalin hubungan cinta.
Haram Riz hukumnya, masa gitu aja ga tau sih. Nisa itu adik kakak, mana bisa
kakak pacaran sama dia” Ka Kusuma mengatakannya setengah berteriak.
Para pengunjung memperhatikan
kami dengan tatapan aneh, kepo, dan lain sebagainya..
Aku sangat malu, hingga aku tak
bisa bergerak.
Ka Kusuma dan Nisa menghampiriku
“Ma.. Ma.. maaf” aku tertunduk
dalam.
Ka Kusuma tertawa lebar.
Aku menangis. Malu bercampur
sedih dan lega. Tawa Ka Kusuma terhenti karena melihatku menangis
“Hey Rizka, lain kali jangan sok
tahu. Siapa bilang kakak gak akan bisa
bales perasaan kamu. Kakak bisa ko. Bahkan dari dulu Kakak sudah membalas
perasaan kamu” Jelas Ka Kusuma
“Apa?” Aku pura-pura tak mengerti
“Yaampun mahasiswa IPB masa ga
ngerti. Iya kakak juga suka sama kamu. Kakak mulai tertarik sama kamu sejak
ngeliat muka bersalah kamu saat nabrak kakak. Terus, kamu adalah alasan kenapa
kakak bisa kuliah. Kamu inget kan, dulu kamu pernah bilang jika kakak jadi
mahasiswa kakak bakal jadi mahasiswa terbaik. Kata-kata itu yang memotivasi
kakak untuk kuliah, padahal saat itu kakak benar-benar putus asa. Orang tua
kakak ga punya biaya untuk menguliahkan kakak, tapi karena kata-kata ajaib kamu
itu akhirnya kakak terussss berjuang hingga kakak dapet beasiswa dan bisa
kuliah seperti sekarang ini. Hmm.. selain itu kamu itu satu-satunya cewe yang
ga caper saat melihat kakak. Kamu tampil apa adanya. Mau berantakan, kucel,
semuanya itu apa adanya. Kamu ga pernah menawarkan kebaikan palsu semuanya asli
dirimu. Apa adanya” Ungkap Ka Kusuma
“Iya Riz, bahkan tiap malam Ka
Kusuma menelponku hanya untuk bercerita tentang kamu. Katanya dia itu rindu
setengah abad.. haha” Nisa menambahi
Ya Allah rasanya ingin sekali aku
menghambur memeluknya. Aku semakin berlinang air mata. Terharu bahagia.
“Lho, ko malah nangis?” Tanya Ka
Kusuma
“Apa? Orang aku nangis bahagia
ko..” Jelasku
“Tapi maaf ya Riz, kakak ga bisa
jadi pacar kamu. Kakak mencintaimu karena itu kakak akan slalu menjaga mu
hingga sampai waktunya nanti kamu halal bagi kakak. Sebelum itu terjadi, lebih
baik kita tidak sering bertemu karena itu hanya akan menimbulkan nafsu belaka. Serahkanlah
cinta kita ini pada Sang Maha Pemberi Cinta. Lebih baik kita mencintai dalam
doa. Biar Allah yang menjaga cinta kita ini. Kita hanya perlu saling mendoakan.
Kakak akan slalu berdoa agar kamu menjadi jodoh terbaik kakak, dan kamu pun
demikian kita saling memantaskan diri masing-masing agar menjadi pantas untuk
dicintai. Hingga waktunya nanti, kakak tidak hanya akan mengucapkan
ucapan-ucapan gombal kepadamu tapi kakak akan mengucap janji untuk hidup
bersamamu. Insyaallah dek, semoga Allah meridhai.”
“Ayo ! sebagai mahasiswa baru
kamu harus siap-siap buat menghadapi ospek dari kakak senior” Ka Kusuma
mengakhiri pembicaraan
Kami bertiga meneruskan
perjalanan. Bagiku, ini benar-benar hidup yang baru. Akhirnya usahaku untuk
mengejar cinta sampai Bogor tak sia-sia..... J