“Brugg”
suara bantingan pintu terdengar sangat keras.
Perasaan
Nisa hari ini memang sedang kacau. Ya, hari ini adalah hari pembagian rapot di
sekolahnya. Sejak Kelas 1 SD sampai kelas XI ia dikenal sebagai bintang
sekolah, ia tidak pernah mendapat juara selain juara umum selain itu dia pun
dikenal sebagai juara oliampiade Sains. Namun hari ini, betapa terkejutnya dia
saat pengumuman juara ia dipanggil sebagai juara ke 3 di kelasnya. “Hah?” semua
orang menatap dengan tatapan tak percaya kepada Nisa. Namun sebagian orang
justru terlihat senang karena ia kini terkalahkan. Meski begitu ia tetap
bersikap profesional ia tetap mengucapkan selamat kepada temannya yang mendapat
juara. Para siswa kelas XII berkumpul di aula, mereka harus mendengarkan wejangan
dari Kepala Sekolah.
“Assalamualaikum
warrahmatullahi wabarakatu” salam pembuka diucapkan kepala sekolah
“Waalaikumsallam
warrahmatullahi wabarakatu” balas semua murid kelas XII
“Bapak
ucapkan selamat kepada juara tahun ini dan bagi kalian yang belum mendapat
juara berusahalah lebih giat lagi agar kalian bisa mendapat juara di tahun
depan” Tutur kepala sekolah
Nisa
masih saja melamun, dan celakanya Kepala Sekolah melihat itu.
“Nisa..
Nisa.. Nisa... Nisaaa... !!” panggil Kepala sekolah dengan nada tinggi
“Eh
ya ya pak..” Jawab Nisa tergagap
“Kamu
tidak memperhatikan bapak yah. Iya, bapak tahu kalau kamu adalah bintang di
sekolah ini, juara oliampiade, tidak pernah mendapat juara selain juara umum
tapi bukan berarti kamu tidak mendengar wejangan bapak. Jangan pernah merasa
kamu adalah yang terhebat. Dengarkan, ini juga penting untuk masa depanmu!”
Jelas kepala sekolah panjang lebar.
“yee
si Bapak, dia sekarang udah terkalahkan kali pak” celetuk seorang siswi
“Deg”
hati Nisa mulai panas bak tersulut api.
“Oh
iya ya? Bapak lupa. Ya sudah, sudah mari kita lanjutkan. Nisa sekarang kamu
harus mendengarkannya!” Sahut Kepala sekolah
“Baik
pak” Jawab Nisa
Acara
wejangan Kepala Sekolah tlah usai. Semua siswa boleh pulang ke rumah
masing-masing. Dalam perjalanan pulang, bisikan-bisikan orang tentang kalahnya
Nisa masih santer terdengar. Jelas ini mengganggu Nisa. Nisa memang kecewa
dengan prestasinya semester ini, tapi ia lebih kecewa melihat teman-temannya
yang malah menggosipkan kekalahannya bukan memberi semangat lebih kepadanya. Ia
benar-benar kecewa, kenapa disaat ia terjatuh tak ada satu orangpun yang
membantu ia bangun. Padahal saat dia berjaya dulu, ia selalu membantu mereka,
membantu menerangkan pelanjaran yang mereka tidak mengerti, mencotekkan jawaban
ulangan, melihatkan mereka pekerjaan rumahnya. Sungguh ini benar-benar memukul
batin Nisa. Mata Nisa mulai basah oleh airmata kekecewaan. Ia bahkan berjanji
bahwa ia tak mau mempunyai teman seperti mereka lagi. Hanya ada ketika mereka
butuh tapi ketika ia yang butuh mereka meninggalkan dirinya sendirian. Nisa
semakin mempercepat langkahnya, mendengar bisikan-bisikan itu membuat Nisa
ingin cepat sampai di rumah.
“Tutt..
tut.. Selamat Nisa” suara terompet terdengar saat Nisa membukakan pintu.
Ternyata
Nisa dibuatkan sebuah pesta kejutan oleh papahnya atas Prestasi Nisa Semester
ini. Di kain besar itu bertuliskan “Selamat Nisa karena telah menjadi Juara
yang tak terkalahkan”.
“Ada
apa ini mah pah?” Tanya Nisa
“Lho?
Ada apa? Ini pesta buat merayakan juaranya kamu sayang. Kamu juara lagi kan
semester ini” Ucap Papahnya bahagia
“Maaf
pah, tapi Nisa tidak mendapat juara semester ini. Nisa hanya mendapat juara 3”
Sahut Nisa lemah
“Apa?
Jadi kamu juara 3.. Nisa.. Nisa.. bagaimana bisa kamu mendapat juara 3, bahkan
dalam sejarah Keluarga Djatmiko belum pernah ada yang mendapat juara 3 yang ada
hanya juara 1 Juara 1 dan Juara 1. Papah yakin ada hal yang menyebabkan kamu
menjadi juara 3, pasti kamu punya pacar yah. Makanya prestasi kamu turun”
“Engga
pah, engga.. Nisa ga pacaran”
“halah..
alasan. Sudahlah, Papah males sama kamu. Kamu telah mencoreng nama baik
keluarga ini. Bi.. Bi.. bereskan kembali semua ini. Pestanya batal, Dia sudah
tidak menjadi juara lagi sudah tak bisa dibanggakan”
Meledaklah
segala emosi yang Nisa tahan dari tadi.
“Apa
semua orang mencintai Nisa hanya karena Nisa Pintar? Apa semua menganngap Nisa
ada karena Nisa Juara? Apa tak ada satu orang saja yang mau merangkul Nisa saat
Nisa sedang jatuh seperti ini? Apa ga ada? Nisa juga manusia pah, mah. Nisa juga
bisa kalah. Nisa juga bisa sedih. Nisa juga pengen ada orang yang mencintai
Nisa dengan tulus tanpa memandang siapa Nisa, Dari keluarga mana Nisa berasal. Nisa
Capek! ” Nisa menangis sejadi-jadinya. Kemudian ia pergi ke suatu tempat untu
menenangkan diri.
“Awaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaassssssssssssssssssss”
Sahut seorang anak perempuan sambil mendorong Nisa.
Nisa
tersungkur jatuh.
“kaka
ga apa-apa? Maaf yah tadi aku terpaksa dorong kakak kalau ga begitu kakak bisa
tertabrak mobil.” Ucap si gadis berpipi tembem.
“Ma..
ma.. kasih ya.. nama kamu siapa?” Tanya Nisa
“Nama
aku Arum ka. Ayo ka, kakak ikut ke rumahku yuk biar aku obati lukanya”Ajak Arum
sambil memapah Nisa.
Namun
bukan sebuah rumah yang Nisa datangi, tapi Panti asuhan
“Lho
ko malah Ke Panti Asuhan sih?” Tanya Nisa heran
“Ini
memang rumah Arum. Sejak kecil Arum tinggal disini. Ayo ka, masuk!” Ajak Arum
Nisa
masuk dengan perasaan teramat sakit. Perih. Sedih. Itulah yang Nisa rasakan
ketika melihat anak-anak di Panti asuhan ini. Anak-anak di Panti Asuhan ini
memang berbeda. Mereka tak seperti Nisa. Beberapa dari Mereka lumpuh, tuna
rungu, tuna wicara dan berbagai perbedaan lainnya.
“Siapa
ini Arum?” tanya seorang Ibu betubuh kurus
“Ini
ka Nisa. Ibu, apa ibu punya obat merah? Ka Nisa terluka bu..” jelas Arum
“Ada.
Ambil saja dikamar Ibu” Jawab Ibu kurus itu
“Nisa..
salam kenal..” Nisa memperkenalkan diri kepada ibu itu.
“Senang
bertemu denganmu Nak Nisa” Balas Ibu Panti
“Bu,
kalau Nisa boleh tahu apa semua anak-anak disini berkebutuhan khusus?”
“Ya,
memang Panti ini dibangun untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.”
“Tapi
Arum tidak?”
“semua
orang yang melihat Arum pasti tak menyangka jika ia berkebutuhan khusus. Wajar memang,
karena Arum adalah gadis yang selalu ceria. Tapi itu salah nak, Arum justru
sangat istimewa. Ia itu menderita kanker darah. Dokter memperkirakan umurnya
tidak akan lama. Ibu hampir tak bisa membayangkan mengapa Tuhan tega memberi
penyakit seperti itu kepada Arum. Seorang gadis yang tak tahu siapa orangtuanya, gadis yang selalu menebar keceriaan kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang gadis
yang memiliki tujuan hidup sederhana, ia ingin menjadi hamba Allah yang taat,
agar ia bisa masuk ke surga dan bertemu orang tuanya disana” Cerita Ibu panti
sambil terus menitikan airmata.
Nisa pun
menangis. Tangisannya kini bukan lagi karena kebenciannya terhadap orang-orang.
“Anak-anak
di Panti ini selalu bercerita bahwa Orang-orang seperti Ibu, seperti kamu, dan
manusia normal lainnya adalah orang-orang special. Mereka begitu kagum kepada
orang-orang seperti kita, mereka berfikir bahwa segala kenormalan yang kita
milki adalah kespecialan yang diberi Allah. Mereka pernah berkata, Bu.. enak ya
menjadi seperti ibu, bisa berjalan, bisa mendengar, bisa melihat, dan bisa
melakukan apa saja yang ibu inginkan tanpa perlu khawatir tentang apakah itu
akan berbahaya terhadap hidup ibu” lagi-lagi ia menceritakannya sambil terus
menagis.
“Special?
Nisa fikir merekalah manusia special itu. Mereka bahkan masih bisa bersyukur
meski keadaan mereka seperti itu. Mereka masih bisa berbuat kebaikan meski
takdir terlihat kejam kepada mereka” Tutur Nisa
“Iya
Nisa memang benar. Sangat benar. Mereka adalah makhluk makhluk special yang mengajarkan
kita cara bersyukur, cara memandang dunia, dan cara berbuat kebaikan, namun,
kita juga makhluk special yang diberi akal dan fikiran yang mampu mengambil
pelajaran dari mereka, memberikan semangat kepada mereka, memberi pengertian
bahwa Allah maha adil. Semua makhluk itu terlahir sebagai makhluk special. Tak akan
ada satu kekurangan pun yang akan mengurangi kespecialan itu. Meski orang-orang
sekitar menganggap kita hina, sebenarnya itu bukanlah sebuah hinaan namun
sebuah motivasi agar kita terus menerus mengembangkan kespecialan yang ada
dalam diri kita. Hingga mereka menyadari bahwa kita memang special” dengan
terisak, Ibu Panti terus bercerita.
“Dulu
Nisa memang menganggap diri Nisa special karena Nisa selalu juara. Tapi kini,
Nisa sudah tidak special lagi semua orang sekarang menjauhi Nisa karena Nisa
sudah tidak pintar lagi” keluh Nisa.
“Kamu
salah Nisa. Justru itu adalah kespecialan yang akan Allah tunjukan kepadamu.
Pertama, kamu special karena kamu bisa merakan tidak juara seperti orang-orang.
Jika tidak demikian, pasti kamu tak akan merasa bahwa betapa berharganya juara
karena selama ini kamu merasa mudah untuk mendapatkannya. Kedua, special karena
kamu bisa merasakan jatuh dan berusaha untuk bangun lagi dengan usaha yang
keras. Dan betapa senangnya kamu jika kamu bisa bangun dari keterpurukan itu.
Ketiga, special karena kamu bisa mengetahui orang-orang yang tulus menyayangi
mu. Terakhir, special karena orangtua mu pun akan sadar jika kamu adalah manusia,
yang bisa kalah, yang bisa menang, yang masih butuh kasih sayang mereka meski
kamu adalah seorang juara. Kespecialan yang kamu terima saat ini, tentu saja akan
mengubah jalan fikirannmu dan jalan fikiran orang-orang disekitarmu juga.”
Tak
terbantahkan, jika semua penjelasan Ibu Panti itu sangat tepat. Tepat sekali.
“Ini
ka obat merahnya. Cepet diobati ya ka, biar gak infeksi. Hehe..” Dengan senyum sumringah dan pipi tembem yang terlihat semakin lucu Arum memberikan obat merah itu.
“Terimakasih
Arum” Sahut Nisa.
Sebenarnya ucapan terimakasih itu tidak hanya
untuk obat merahnya, namun untuk kehebatan Arum karena telah menyelamatkannya,
dan... tentu saja pelajaran hidup yang telah Nisa dapat di panti ini. Jika Arum
tak mengajaknya, mana mungkin ia bisa sadar bahwa dirinya itu Special.
"Created by Mutia Rizka Isnaini"