TUGAS AGAMA
ISLAM
ALKHLAK
MAHMUDAH

NAMA KELOMPOK :
1. MUTIA RIZKA ISNAINI
2. DEPI NURRITA
3. INDI SANTIKA
4. FITRIA VEBRIYANTI
5. RUWINDA
6. ROZA HIDAYAT
KELAS : XI IPA 2
SMA NEGERI 2
CIKAMPEK
TAHUN AJARAN 2013/2014
AKHALAK MAHMUDAH
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh
dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap
dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau
malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga
memutuskan hubungan silaturahmi.
Akhlak
mahmudah adalah segala tingkah laku yang terpuji ( yang baik) yang biasa juga
dinamakan “ fadilah” ( kelebihan). Imam al- Ghozali menggunakan juga perkataan
“ mun’jiat” yang berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau
kejayaan.
Akhlak mahmudah adalah sebab-sebab kebahagiaan di
dunia dan akhirat, yang meridhoilah Allah dan mencintailah keluarga dan seluruh
manusia dan diantara kehidupan mereka kepada seorang muslim. Seperti contoh,
beribadah kepada Allah, mencintai-Nya dan mencintai makhluk-Nya karena Dia, dan
berbuat baik serta menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah
dan memulai berbuat sholeh dengan niat ikhlas, berbakti kepada kedua orang tua
dan lainnya.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat- sifat yang
baik oleh karena itu, dalam hal jiwa manusia dapat menelurkan perbuatan-
perbuatan lahiriyah. Tingkah laku dilahirkan oleh tingkah laku batin, sifat dan
kelakuan batin yang juga dapat berbolak balik yang mengakibatkan berbolak –
baliknya perbuatan jasmani manusia. Oleh karena itu tidak tanduk batin itupun
dapat berbolak- balik.
Al-Ghazali menerangkan bentuk keutamaan akhlak
mahmudah yang dimilki seseorang misalnya sabar, benar dan tawakal, itu
dinyatakan sebagai gerak jiwa dan gambaran batin seseorang yang secara tidak
langsung menjadi akhlaknya. Al-ghazali menerangkan adanya pokok keutamaan
akhlak yang baik, antara lain mencari hikmah, bersikap berani, bersuci diri,
berlaku adil.
Keutamaan akhlak yang baik juga terdapat dalam hadist
Nabi,
ماَ مِنْ
شَيْءٍ أَ ثْقَلُ فِى مِيْزَا نِ الْعَبْدِ يَوْ مَ القِياَ مَةِ مِنْ
حُسْنِ الخُلُقِ
Artinya:”Tiada sesuatu apapun yang paling berat
pada timbangan setiap hamba pada hari kiamat, selain akhlak yang baik”.
1. TAUBAT
Dalam menjalani kehidupan, seseorang
tentu harus mempersiapkan bekal untuk hari kemudian. Bekalnya adalah iman, ilmu
dan amal shaleh. Keimanan yang disertai amal shaleh akan membawa keselamatan
dan kesejahteraan, baik di dunia maupun diakhirat. Apalagi jika ditambah dengan
perilaku terpuji seperti bertaubat, raja’ (menunjukkan sikap mengharap
kerido’an Allah), optimis, dinamis, mampu berfikir kritis, dan mampu
mengendalikan diri
- Pengertian Taubat
Taubat secara etimologis (bahasa)
berasal dari kata tâba (fi’il madhi), yatûbu (fi’il mudhari’), taubatan
(mashdar), yang berarti “kembali” atau “pulang” (raja’a) (Haqqi, 2003). Adapun
secara terminologis (menurut makna syar’i), secara ringkas Imam an-Nawawi
mengatakan, taubat adalah raja’a ‘an al-itsmi (kembali dari dosa) (Syarah
Shahih Muslim, XVII/59). Dengan kata lain, taubat adalah kembali dari
meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan perbuatan yang
terpuji (‘Atha, 1993).
Taubat tersebut adalah suatu
keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak keturunan Adam AS di dunia
ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua manusia, pasti pernah melakukan
berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang luput dari dosa dan maksiyat.
Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa, melainkan manusia yang jika
berdosa dia melakukan taubat
Artinya : “…Sesungguhnya Allah itu
menyukai orang-orang yang tobat kepada-Nya dan dia menyukai orang-orang yang
membersihkan diri.” (QS Al Baqarah : 222)
Taubat adalah proses menyadari
kesalahan yang telah diperbuat dan berupaya sekuat hati untuk tidak
melakukannya kembali atau permohonan ampun kepada Allah SWT atas kesalahan
(kekhilafan) dan atas perbuatan dosa yang telah dilakukannya
Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya
: “Sesungguhnya Allah menerima taubat hambanya selagi ia belum tercungak-cungak
hendak mati (nyawanya berbalik-balik dikerongkongan).” (HR Ahmad)
Kesalahan atau
kekhilafan yang dilakukan terhadap orang lain, diantaranya seperti hal-hal
berikut.
a) Tidak memuliakan anak yatim
piatu, tidak menganjurkan dan memberi makan orang miskin, memakan harta dengan
mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil dan mencintai harta yang
berlebihan.
b) Bakhil, merasa tidak cukup
dan mendustakan pahala yang baik.
c) Mengumpat, mencela, prasangka dan
olok-olok.
d) Tidak melaksanakan rukun Islam,
terutama mendirikan salat
- Syarat-Syarat Taubat
1) Menyesal atas segala perbuatan
dosa yang pernah dilakukan.
2) Mensucikan diri dari perbuatan maksiat yang sudah dilakukan. Kerana
tidak ada artinya bertaubat jika dosa masih terus dikerjakan.
3) Bertekad dengan sungguh-sungguh bahawa tidak akan mengulanginya
lagi, selama hidup di dunia, sampai mengucapkan selamat tinggal pada dunia yang
fana ini.
- Syarat diterimanya Taubat yaitu;
1) Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena Allah,
bukan karena lainnya.
2) Menyesali dosa yang telah
diperbuatnya.
3) Meninggalkan sama sekali
maksiat yang telah dilakukannya.
4) Tidak mengulangi. Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak
mengulangi perbuatan dosa tersebut.
5) Istighfar. Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang
dilakukan terhadap hakNya.
6) Memenuhi hak bagi orang-orang yang berhak, atau mereka melepaskan
haknya tersebut.
7) Waktu diterimanya taubat itu
dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hambaNya
selama belum tercabut nyawanya.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).
Pada hakikatnya taubat itulah isi
ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu
membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang
benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam
perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa
adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya.
Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza
wa jalla.
Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS.
Al Baqarah: 222)
- Taubat merupakan sebab
keberuntungan.
Allah ta’ala berfirman
“Dan
bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian
beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
- Taubat menjadi sebab
diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas
kesalahan-kesalahannya.
Allah ta’ala
berfirman
“Dialah
Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai
kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)
Allah ta’ala
juga berfirman
“Dan barang
siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima
taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71) artinya taubatnya diterima
- Taubat merupakan sebab masuk
surga dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah ta’ala
berfirman,
“Maka
sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat
dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam
kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman
serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam
surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS.
Maryam: 59, 60)
- Taubat adalah sebab mendapatkan
ampunan dan rahmat.
Allah ta’ala
berfirman,
“Dan
orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan
beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS.
Al A’raaf: 153)
- Taubat merupakan sebab berbagai
kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.
Allah ta’ala
berfirman,
“Dan
barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui
pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka
akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang
bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang
digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan
Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Al Furqaan: 68-70)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu
dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah,
dishahihkan oleh Al Albani)
- Taubat menjadi sebab untuk
meraih segala macam kebaikan.
Allah ta’ala
berfirman,
“Apabila
kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian...” (QS.
At Taubah: 3)
Allah ta’ala
juga berfirman,
“Maka
apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka, dan jika
mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di
dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan
tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. At Taubah: 74)
- Taubat adalah sebab untuk
menggapai keimanan dan pahala yang besar.
Allah ta’ala
berfirman,
“Kecuali
orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama
Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan
bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman
pahala yang amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)
- Taubat merupakan sebab turunnya
barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan.
Allah ta’ala
berfirman,
“Wahai
kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya
niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat
dan akan diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian
berpaling menjadi orang yang berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)
- Keutamaan taubat yang lain
adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat.
Hal ini
sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Para
malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa
bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan
ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha
luas meliputi segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan
mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka.” (QS.Al
Mu’min: 7).
- Keutamaan taubat yang lain
adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla.
Hal ini
sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Dan
Allah menghendaki untuk menerima taubat kalian, sedang orang-orang yang
mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari
kebenaran).” (QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat
berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan
diridhai-Nya.
- Keutamaan taubat yang lain
adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh Allah lebih
bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau bertaubat
kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan
tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal
makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang
pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat
kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah
kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan
karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia
salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)
- Taubat juga menjadi sebab hati
menjadi bersinar dan bercahaya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
yang artinya: Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa maka di
dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan
beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia
mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi
pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,
“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang
menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani).
2. RAJA’
A.
Pengertian Raja’
Pengertian
raja’ secara bahasa, berasal dari bahasa arab, yaitu “rojaun” yang berarti
harapan atau berharap. Raja’ yang dikehendaki oleh islam adalah mempunyai
harapan kepada Allah untuk mendapatkan ampunan-Nya, memperoleh kesejahteraan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta yang terpenting adalah mengharap
rahmat serta keridaan Allah.
Raja’ merupakan perbuatan terpuji. Raja’ dapat meningkatkan keimanan dan
lebih mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, seseorang yang berharap
memperoleh rahmat dan rida Allah serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
tentunya akan berusaha melakukan perbuatan yang dapat mewujudkan harapannya
tersebut. Namun jika seseorang hanya berharap saja tanpa mau berusaha, hal ini
disebut berangan-angan pada sesuatu yang mustahil atau yang disebut dengan tamammi,
yang dampaknya nanti menyebabkan seseorang berputus asa, putus harapan terhadap
rahmat dan rida Allah. Hal ini merupakan kebalikan dari sifat raja’. Oleh
karena itu, sifat putus asa ini dilarang oleh Allah SWT…
Firman Allah SWT.:
“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS.
Yusuf:87).
Orang yang berputus asa dari rahmat Allah, berarti ia telah barprasangka
buruk kepada Allah.
Kita selaku manusia tidak terlepas dari salah dan dosa, untuk itu kita
wajib senantiasa berharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Sebanyak dan sebesar
apapun kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, kita tetap diperintahkan
untuk mengharap ampunan dari Allah SWT.
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…”(QS.Al
Mu’min:60).
Kita
dilarang untuk berputus asa dalam menghadapi masalah dalam kehidupan di dunia
dan dalam mengharap ampunan dari Allah.
“katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha
penyayang.”(QS. Az Zumar:53).
Sikap raja’
atau mengharap rahmat Allah, dalam praktiknya tentu harus berusaha dengan
sungguh-sungguh dengan mengerjakan segala yang diperintah Allah serta menjauhi
larangan-Nya, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.”(QS.Al Azhab:21).
Bagi orang
yang berharap ingin bertemu dengan Allah di surga, hendaknya ia beramal saleh
dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lainnya.
“Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada
Tuhannya.”(QS.Al Kahfi:110).
Seseorang
yang mempunuai sifat raja’ tentu akan bersikap optimis, dinamis, selalu
berpikir kritis dan semakin sadar serta mengenal dirinya sendiri.
Raja'
berarti mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Ketika berdo’a maka kita harus
penuh harap bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah Swt.
1.
Peranan raja'
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Ketahuilah sesungguhnya
penggerak hati menuju Allah 'azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta),
Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah
mahabbah. Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu
dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia
maupun di akhirat. Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di
akhirat (bagi orang yang masuk surga).
Allah ta'ala berfirman : "Ketahuilah, sesungguhnya para wali
Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka."
(QS. Yunus: 62)
Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa
menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan kebenaran.
Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri seorang hamba
untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintai-Nya. Langkahnya untuk terus
maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa cinta.
2.
Raja' yang terpuji
Syaikh Al 'Utsaimin berkata: "Ketahuilah, raja'
yang terpuji hanya ada pada diri orang yang beramal taat kepada Allah dan
berharap pahala-Nya atau bertaubat dari kemaksiatannya dan berharap taubatnya
diterima, adapun raja' tanpa disertai amalan adalah raja' yang palsu,
angan-angan belaka dan tercela." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58).
3.
Raja' adalah ibadah
"Orang-orang yang diseru oleh mereka itu justru
mencari jalan perantara menuju Rabb mereka siapakah di antara mereka yang bisa
menjadi orang paling dekat kepada-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan
merasa takut dari siksa-Nya." (QS. al-Israa': 57)
Allah menceritakan kepada kita
melalui ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang dipuja selain Allah oleh kaum
musyrikin yaitu para malaikat dan orang-orang shalih mereka sendiri mencari
kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah, mereka
melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya
dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa
azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan takut
tertimpa hukuman-Nya
4.
Raja' yang disertai dengan ketundukan dan perendahan diri
Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah
berkata: "Raja' yang disertai dengan perendahan diri dan ketundukan tidak
boleh ditujukan kecuali kepada Allah 'azza wa jalla. Memalingkan raja' semacam
ini kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa jadi syirik ashghar dan bisa
jadi syirik akbar tergantung pada isi hati orang yang berharap itu..."
(Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58)
5.
Mengendalikan raja'
Sebagian ulama berpendapat:
"Seyogyanya harapan lebih didominasikan tatkala berbuat ketaatan dan
didominasikan takut ketika muncul keinginan berbuat maksiat." Karena
apabila dia berbuat taat maka itu berarti dia telah melakukan penyebab
tumbuhnya prasangka baik (kepada Allah) maka hendaknya dia mendominasikan harap
yaitu agar amalnya diterima. Dan apabila dia bertekad untuk bermaksiat maka
hendaknya ia mendominasikan rasa takut agar tidak terjerumus dalam perbuatan
maksiat.
Sebagian yang lain mengatakan:
"Hendaknya orang yang sehat memperbesar rasa takutnya sedangkan orang yang
sedang sakit memperbesar rasa harap." Sebabnya adalah orang yang masih
sehat apabila memperbesar rasa takutnya maka dia akan jauh dari perbuatan
maksiat. Dan orang yang sedang sakit apabila memperbesar sisi harapnya maka dia
akan berjumpa dengan Allah dalam kondisi berbaik sangka kepada-Nya. Adapun
pendapat saya sendiri dalam masalah ini adalah: hal ini berbeda-beda tergantung
kondisi yang ada. Apabila seseorang dikhawatirkan dengan lebih condong kepada
takut membuatnya berputus asa dari rahmat Allah maka hendaknya ia segera
memulihkan harapannya dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Pada hakikatnya
manusia itu adalah dokter bagi dirinya sendiri apabila hatinya masih hidup.
Adapun orang yang hatinya sudah mati dan tidak bisa diobati lagi serta tidak
mau memperhatikan kondisi hatinya sendiri maka yang satu ini bagaimanapun cara
yang ditempuh tetap tidak akan sembuh." (Fatawa Arkanil Islam, hal. 58-59)
B. Dengan demikian
seorang muslim yang memiliki ciri-ciri sikap Raja' adalah:
1) Dalam berusaha seseorang
akan mengawali dengan niat karena Allah.
2) Senantiasa berfikir positif dan
dinamis, memiliki pengharapan yang baik bahwa usahanya akan berhasil,
serta siap menghadapi resiko.
3) munculnya sikap ulet,
pantang menyerah dalam menghadapi cobaan.
4) Selalu bertawakkal kepada
Allah. Selalu berusaha meningkatkan diri untuk lebih baik.
5) Memiliki sifat bersyukur kepada
Allah.
C. Manfaat dan hikmah raja :
1) Memperoleh
keridaan Allah
2) Terhindar
dari perbuatan dosa
3) Mendapatkan
kepuasan hidup
4) Mendekatkan
diri kita pada Allah S.W.T
5) Sarana penyelesaian persoalan hidup
6) Memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
No comments:
Post a Comment