Wednesday, December 31, 2014

"Special"

“Brugg” suara bantingan pintu terdengar sangat keras.
Perasaan Nisa hari ini memang sedang kacau. Ya, hari ini adalah hari pembagian rapot di sekolahnya. Sejak Kelas 1 SD sampai kelas XI ia dikenal sebagai bintang sekolah, ia tidak pernah mendapat juara selain juara umum selain itu dia pun dikenal sebagai juara oliampiade Sains. Namun hari ini, betapa terkejutnya dia saat pengumuman juara ia dipanggil sebagai juara ke 3 di kelasnya. “Hah?” semua orang menatap dengan tatapan tak percaya kepada Nisa. Namun sebagian orang justru terlihat senang karena ia kini terkalahkan. Meski begitu ia tetap bersikap profesional ia tetap mengucapkan selamat kepada temannya yang mendapat juara. Para siswa kelas XII berkumpul di aula, mereka harus mendengarkan wejangan dari Kepala Sekolah.
“Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatu” salam pembuka diucapkan kepala sekolah
“Waalaikumsallam warrahmatullahi wabarakatu” balas semua murid kelas XII
“Bapak ucapkan selamat kepada juara tahun ini dan bagi kalian yang belum mendapat juara berusahalah lebih giat lagi agar kalian bisa mendapat juara di tahun depan” Tutur kepala sekolah
Nisa masih saja melamun, dan celakanya Kepala Sekolah melihat itu.
“Nisa.. Nisa.. Nisa... Nisaaa... !!” panggil Kepala sekolah dengan nada tinggi
“Eh ya ya pak..” Jawab Nisa tergagap
“Kamu tidak memperhatikan bapak yah. Iya, bapak tahu kalau kamu adalah bintang di sekolah ini, juara oliampiade, tidak pernah mendapat juara selain juara umum tapi bukan berarti kamu tidak mendengar wejangan bapak. Jangan pernah merasa kamu adalah yang terhebat. Dengarkan, ini juga penting untuk masa depanmu!” Jelas kepala sekolah panjang lebar.
“yee si Bapak, dia sekarang udah terkalahkan kali pak” celetuk seorang siswi
“Deg” hati Nisa mulai panas bak tersulut api.
“Oh iya ya? Bapak lupa. Ya sudah, sudah mari kita lanjutkan. Nisa sekarang kamu harus mendengarkannya!” Sahut Kepala sekolah
“Baik pak” Jawab Nisa
Acara wejangan Kepala Sekolah tlah usai. Semua siswa boleh pulang ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan pulang, bisikan-bisikan orang tentang kalahnya Nisa masih santer terdengar. Jelas ini mengganggu Nisa. Nisa memang kecewa dengan prestasinya semester ini, tapi ia lebih kecewa melihat teman-temannya yang malah menggosipkan kekalahannya bukan memberi semangat lebih kepadanya. Ia benar-benar kecewa, kenapa disaat ia terjatuh tak ada satu orangpun yang membantu ia bangun. Padahal saat dia berjaya dulu, ia selalu membantu mereka, membantu menerangkan pelanjaran yang mereka tidak mengerti, mencotekkan jawaban ulangan, melihatkan mereka pekerjaan rumahnya. Sungguh ini benar-benar memukul batin Nisa. Mata Nisa mulai basah oleh airmata kekecewaan. Ia bahkan berjanji bahwa ia tak mau mempunyai teman seperti mereka lagi. Hanya ada ketika mereka butuh tapi ketika ia yang butuh mereka meninggalkan dirinya sendirian. Nisa semakin mempercepat langkahnya, mendengar bisikan-bisikan itu membuat Nisa ingin cepat sampai di rumah.
“Tutt.. tut.. Selamat Nisa” suara terompet terdengar saat Nisa membukakan pintu.
Ternyata Nisa dibuatkan sebuah pesta kejutan oleh papahnya atas Prestasi Nisa Semester ini. Di kain besar itu bertuliskan “Selamat Nisa karena telah menjadi Juara yang tak terkalahkan”.
“Ada apa ini mah pah?” Tanya Nisa
“Lho? Ada apa? Ini pesta buat merayakan juaranya kamu sayang. Kamu juara lagi kan semester ini” Ucap Papahnya bahagia
“Maaf pah, tapi Nisa tidak mendapat juara semester ini. Nisa hanya mendapat juara 3” Sahut Nisa lemah
“Apa? Jadi kamu juara 3.. Nisa.. Nisa.. bagaimana bisa kamu mendapat juara 3, bahkan dalam sejarah Keluarga Djatmiko belum pernah ada yang mendapat juara 3 yang ada hanya juara 1 Juara 1 dan Juara 1. Papah yakin ada hal yang menyebabkan kamu menjadi juara 3, pasti kamu punya pacar yah. Makanya prestasi kamu turun”
“Engga pah, engga.. Nisa ga pacaran”
“halah.. alasan. Sudahlah, Papah males sama kamu. Kamu telah mencoreng nama baik keluarga ini. Bi.. Bi.. bereskan kembali semua ini. Pestanya batal, Dia sudah tidak menjadi juara lagi sudah tak bisa dibanggakan”
Meledaklah segala emosi yang Nisa tahan dari tadi.
“Apa semua orang mencintai Nisa hanya karena Nisa Pintar? Apa semua menganngap Nisa ada karena Nisa Juara? Apa tak ada satu orang saja yang mau merangkul Nisa saat Nisa sedang jatuh seperti ini? Apa ga ada? Nisa juga manusia pah, mah. Nisa juga bisa kalah. Nisa juga bisa sedih. Nisa juga pengen ada orang yang mencintai Nisa dengan tulus tanpa memandang siapa Nisa, Dari keluarga mana Nisa berasal. Nisa Capek! ” Nisa menangis sejadi-jadinya. Kemudian ia pergi ke suatu tempat untu menenangkan diri.
“Awaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaassssssssssssssssssss” Sahut seorang anak perempuan sambil mendorong Nisa.
Nisa tersungkur jatuh.
“kaka ga apa-apa? Maaf yah tadi aku terpaksa dorong kakak kalau ga begitu kakak bisa tertabrak mobil.” Ucap si gadis berpipi tembem.
“Ma.. ma.. kasih ya.. nama kamu siapa?” Tanya Nisa
“Nama aku Arum ka. Ayo ka, kakak ikut ke rumahku yuk biar aku obati lukanya”Ajak Arum sambil memapah Nisa.
Namun bukan sebuah rumah yang Nisa datangi, tapi Panti asuhan
“Lho ko malah Ke Panti Asuhan sih?” Tanya Nisa heran
“Ini memang rumah Arum. Sejak kecil Arum tinggal disini. Ayo ka, masuk!” Ajak Arum
Nisa masuk dengan perasaan teramat sakit. Perih. Sedih. Itulah yang Nisa rasakan ketika melihat anak-anak di Panti asuhan ini. Anak-anak di Panti Asuhan ini memang berbeda. Mereka tak seperti Nisa. Beberapa dari Mereka lumpuh, tuna rungu, tuna wicara dan berbagai perbedaan lainnya.
“Siapa ini Arum?” tanya seorang Ibu betubuh kurus
“Ini ka Nisa. Ibu, apa ibu punya obat merah? Ka Nisa terluka bu..” jelas Arum
“Ada. Ambil saja dikamar Ibu” Jawab Ibu kurus itu
“Nisa.. salam kenal..” Nisa memperkenalkan diri kepada ibu itu.
“Senang bertemu denganmu Nak Nisa” Balas Ibu Panti
“Bu, kalau Nisa boleh tahu apa semua anak-anak disini berkebutuhan khusus?”
“Ya, memang Panti ini dibangun untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.”
“Tapi Arum tidak?”
“semua orang yang melihat Arum pasti tak menyangka jika ia berkebutuhan khusus. Wajar memang, karena Arum adalah gadis yang selalu ceria. Tapi itu salah nak, Arum justru sangat istimewa. Ia itu menderita kanker darah. Dokter memperkirakan umurnya tidak akan lama. Ibu hampir tak bisa membayangkan mengapa Tuhan tega memberi penyakit seperti itu kepada Arum. Seorang gadis yang tak tahu siapa orangtuanya, gadis yang selalu menebar keceriaan kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang gadis yang memiliki tujuan hidup sederhana, ia ingin menjadi hamba Allah yang taat, agar ia bisa masuk ke surga dan bertemu orang tuanya disana” Cerita Ibu panti sambil terus menitikan airmata.
Nisa pun menangis. Tangisannya kini bukan lagi karena kebenciannya terhadap orang-orang.
“Anak-anak di Panti ini selalu bercerita bahwa Orang-orang seperti Ibu, seperti kamu, dan manusia normal lainnya adalah orang-orang special. Mereka begitu kagum kepada orang-orang seperti kita, mereka berfikir bahwa segala kenormalan yang kita milki adalah kespecialan yang diberi Allah. Mereka pernah berkata, Bu.. enak ya menjadi seperti ibu, bisa berjalan, bisa mendengar, bisa melihat, dan bisa melakukan apa saja yang ibu inginkan tanpa perlu khawatir tentang apakah itu akan berbahaya terhadap hidup ibu” lagi-lagi ia menceritakannya sambil terus menagis.
“Special? Nisa fikir merekalah manusia special itu. Mereka bahkan masih bisa bersyukur meski keadaan mereka seperti itu. Mereka masih bisa berbuat kebaikan meski takdir terlihat kejam kepada mereka” Tutur Nisa
“Iya Nisa memang benar. Sangat benar. Mereka adalah makhluk makhluk special yang mengajarkan kita cara bersyukur, cara memandang dunia, dan cara berbuat kebaikan, namun, kita juga makhluk special yang diberi akal dan fikiran yang mampu mengambil pelajaran dari mereka, memberikan semangat kepada mereka, memberi pengertian bahwa Allah maha adil. Semua makhluk itu terlahir sebagai makhluk special. Tak akan ada satu kekurangan pun yang akan mengurangi kespecialan itu. Meski orang-orang sekitar menganggap kita hina, sebenarnya itu bukanlah sebuah hinaan namun sebuah motivasi agar kita terus menerus mengembangkan kespecialan yang ada dalam diri kita. Hingga mereka menyadari bahwa kita memang special” dengan terisak, Ibu Panti terus bercerita.
“Dulu Nisa memang menganggap diri Nisa special karena Nisa selalu juara. Tapi kini, Nisa sudah tidak special lagi semua orang sekarang menjauhi Nisa karena Nisa sudah tidak pintar lagi” keluh Nisa.
“Kamu salah Nisa. Justru itu adalah kespecialan yang akan Allah tunjukan kepadamu. Pertama, kamu special karena kamu bisa merakan tidak juara seperti orang-orang. Jika tidak demikian, pasti kamu tak akan merasa bahwa betapa berharganya juara karena selama ini kamu merasa mudah untuk mendapatkannya. Kedua, special karena kamu bisa merasakan jatuh dan berusaha untuk bangun lagi dengan usaha yang keras. Dan betapa senangnya kamu jika kamu bisa bangun dari keterpurukan itu. Ketiga, special karena kamu bisa mengetahui orang-orang yang tulus menyayangi mu. Terakhir, special karena orangtua mu pun akan sadar jika kamu adalah manusia, yang bisa kalah, yang bisa menang, yang masih butuh kasih sayang mereka meski kamu adalah seorang juara. Kespecialan yang kamu terima saat ini, tentu saja akan mengubah jalan fikirannmu dan jalan fikiran orang-orang disekitarmu juga.”
Tak terbantahkan, jika semua penjelasan Ibu Panti itu sangat tepat. Tepat sekali.
“Ini ka obat merahnya. Cepet diobati ya ka, biar gak infeksi. Hehe..” Dengan senyum sumringah dan pipi tembem yang terlihat semakin lucu Arum memberikan obat merah itu.
“Terimakasih Arum” Sahut Nisa.
 Sebenarnya ucapan terimakasih itu tidak hanya untuk obat merahnya, namun untuk kehebatan Arum karena telah menyelamatkannya, dan... tentu saja pelajaran hidup yang telah Nisa dapat di panti ini. Jika Arum tak mengajaknya, mana mungkin ia bisa sadar bahwa dirinya itu Special.

 "Created by Mutia Rizka Isnaini"








No comments:

Post a Comment